• BLOGER SANTRI

    Home

    Selasa, 27 Desember 2016

    Makalah Hadis Siyasah


    MAKALAH
    HADIST-HADIST SIYASAH
    “SUKU QURAISY SEBAGAI SALAH SATU SYARAT PEMIMPIN”




      
    Disusun oleh:
    Achmad Fajar Rifa’i
    : 13370022
    Sukron Muzamil
    : 14370037
    Abdur Rohman Zuhdi
    : 14370019
    M. Sulton Adibi
    : 14370060
    Faragus Adam
    : 14370021




    JURUSAN HUKUM TATA NEGARA/SIYASAH
    FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
    2016







    BAB I
    PENDAHULUAN
    A.     Latar belakang
    Manusia adalah makhluk tuhan yang paling tinggi dibanding dengan makhluk tuhan lainya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik. allah SWT menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi hanya untuk menyembah dan beribadah kepadaNya.
    Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan sosial manusiapun perlu dikelola dengan baik. dengan berjiwa pemimpin, manusia akan dapat mengelola diri, kelompok dan lingkungan dengan baik. khususnya dalam kehidupan bernegara.
    Dalam kehidupan bernegara, kehadiran seorang pemimpin menjadi sesuatu yang sangat penting dalam rangka untuk menjaga berbagai stabilitas baik politik, ekonomi, keamanan, maupun sosial. Oleh sebab itu, setiap negara memiliki aturan yang mengatur tentang persyaratan menjadi seorang pemimpin. Dalam khasanah keilmuan politik dan pemerintahan Islam, istilah pemimpin dikenal dengan khalifah/amir/imam, dan segala sesuatu yang terkait dengan kinerja pemimpin dikenal dengan khilafah/imamah/imarah (kepemimpinan).
    Salah satu syarat yang ditentukan adalah syarat dari keturunan Quraisy. Dasar yang digunakan dalam memasukkan persyaratan Quraisy adalah hadis Nabi saw yang menyatakan bahwa kepemimpinan dari suku Quraisy.[1]Namun apakah hanya dari kaum Quraisy saja yang boleh menjadi pemimpin , maka untuk lebih memahami suatu hadis mari kita pelajari bersama.


    B.     Rumusan Masalah
    1.      Apa pengertian  kepemimpinan ?
    2.      Bagaimana Hadis tentang pemimpin dari Quraisy ?
    3.      Bagaimana Relevansi dengan Konteks sekarang ?

    C.     Tujuan
    1.      Mengetahui pengertian kepemimpinan.
    2.      Memahami hadis tentang pemimpin dari Quraisy.
    3.      Memahami relevansi dengan kontek.


    BAB II
    PEMBAHASAN
    A.     PENGERTIAN DAN SYARAT KEPEMIMPINAN
    1.      Pengertian Kepemimpinan
                Kepemimpinan dalam pandangan islam sering di istilahkan dengan beberpa istilah yaitu imamah, khalifah,dan  ulil amri  berikut penjelasan.
                Imamah adalah bentuk masdar ( kata benda abstrak ) yang terambil dari kata amm-ya’ummu yang berarti menuju, meneladani dan memimpin. [2]
                Khalifah secara etimologi berasal dari kata khalafa-yakhlufu, yang memiliki beberpa pengertian, mengganti, memberi ganti dan menempati tempatnya . Kata khalifah mempunyai makna pengganti atau penguasa.[3]
                Ulil amri artinya ornag yang mempunyai urusan dan mengurus. Kata ulil al-amr dari segi bahsa ulil adalah bentuk jamak dari kata waliy yang berarti pemilik atau yang mengurus dan menguasai. Bentuk jamak dari kata tersebut menunjukan bahwa mereka itu banyak sedang kata al-amr adalah perintah atau urusan.[4]
    Menurut Hemhill dan Coons adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared goals).
    Menurut Tannenbaum, Weschler dan Masarik menyatakan bahwa kepemimpinan adalah Pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu”,
    Menurut Katz dan Kahn menyatakan bahwa adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada , dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi.
    Menurut George R. Terry menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang agar mereka berusaha dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok atua organisasi.
    Menurut Howard H. Hoyt menyatakan bahwa kepemimpinan adalah seni untuk bisa mempengaruhi segala tingkahlaku dari manusia, dan memiliki kemampuan dalam membimbing seseorang.[5]

    2.      Syarat-Syarat Kepemimpinan
                 Menurut Al- Mawardi dalam kitabnya al-akham al-sultoniyah adapun syarat-syarat menjadi pemimpin ada tujuh antara lain :
    a)      Adil
    b)      Memilki pengetahuan yang membuatnya mampu berijtihad di dalam berbagai kasus dan hukum
    c)      Memiliki pancaindra yang sehat, baik telinga, mata maupun mulut sehingga ia dapat secara langsung menangani persoalan yang diketahui.
    d)      Memilki organ tubuh yang sehat dan terhindar dari cacat yang dapat menghalanginya dari menjalankan tugas dengan baik dan cepat.
    e)      Memliki gagasan [6] yang membuatnya mampu memimpin rakyat dan mengurusi berbagai kepentingan.
    f)        Memilki keberanian dan sifat kesatria yang membuatnya mampu melindungi negara dan melawan musuh.
    g)      Memilki nasab dari silsilah suku Quraisy berdasarkan nash dan Ijma’.[7]
    3.      Cara Memilih pemimpin
                 Ada dua cara menurut al-Mawardi didalam pemilihan Imam: pertama, Dewan pemilih yag bertugas memilih imam bagi umat. Kedua, Dewan imam yang bertugas mengangkat salah seorang dari mereka sebagai imam.[8]
                 Hal ini menunjukan bahwa baik dari sumber awal agama Islam atau fakta historis, al-Mawardi tidak menemukan sistem yang baku dalam pemilihan kepala negara, tetapi pemilihan negara dalam Islam telah diimplementasikan oleh para sahabat.

    B.     HADIST
    1.      Teks Hadits dan Terjemah[9]
    حَدَّثَنَا قَتَيبَةَ بن سَعِيدٍ حَدَّثَنَا المُغِيرَةَ عن أبِي الزَنَاد عن الأعرَج عن أبِي هُرَيرَةَ رَضِيَ الله عنه انَّ النّبِيّ صلّى الله عليه و سَلّم قال النَّاسُ تَبَعٌ لِقُرَيْشٍ فِي هَذَا الشَّأْنِ مُسْلِمُهُمْ تَبَعٌ لِمُسْلِمِهِمْ وَكَافِرُهُمْ تَبَعٌ لِكَافِرِهِمْ وَالنَّاسُ مَعَادِنُ خِيَارُهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقِهُوا تَجِدُونَ مِنْ خَيْرِ النَّاسِ أَشَدَّ النَّاسِ كَرَاهِيَةً لِهَذَا الشَّأْنِ حَتَّى يَقَعَ فِيهِ
    “ Manusia akan mengikuti Quraisy dalam urusan ini ( pemerintahan ) Orang muslim lain akan mengikuti muslim mereka ( Quraisy ). Begitu juga orang kafir akan mengikuti orang kafir mereka ( Quraisy ).Dan manusia beragam asal usulnya ( Kwalitas Perilakunya). Maka ornag yang baik pada pada zaman jahiliyah akan menjadi baik pula pada zaman islam bila mereka memahami ( islam ) dan kalian temui pula bahwa manusia yang paling baik dalam urusan ( Pemerintahan ) ini adalah orang yang paling membenci ( tidak selera ) terhadap urusan pemerintah ini hingga dia masuk kedalamnya”.
    2.      Sanad
    قَتَيبَةَ بن سَعِيدٍ حَدَّثَنَا المُغِيرَةَ عن أبِي الزَنَاد عن الأعرَج عن أبِي هُرَيرَةَ
    3.      Matan
    النَّاسُ تَبَعٌ لِقُرَيْشٍ فِي هَذَا الشَّأْنِ مُسْلِمُهُمْ تَبَعٌ لِمُسْلِمِهِمْ وَكَافِرُهُمْ تَبَعٌ لِكَافِرِهِمْ وَالنَّاسُ مَعَادِنُ خِيَارُهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقِهُوا تَجِدُونَ مِنْ خَيْرِ النَّاسِ أَشَدَّ النَّاسِ كَرَاهِيَةً لِهَذَا الشَّأْنِ حَتَّى يَقَعَ فِيهِ
    4.      Takhrij Hadist
    Hadist tentang kepemimpinan Qurays ini, diperoleh dengan cara takhrij menggunakan aplikasi maktabah asy-syamilah.
    Pertama, buka aplikasi maktabah asy-syamilah lalu buka yang bergambar teropong, kemudian pilih icon yang akan dicari yaitu, pilih mutuun al-hadist dan pilih Imam 7 diantaranya Imam Bukhari, Imam Muslim, Musnad Ahmad dan sebagainya. Setelah itu tulis pada kolom pencarian hadist yang akan dicari yaitu, annasu tabi’u luquroisin. Maka, muncul hadis-hadis berkaitan dengan pemimpin dari kaum Quraisy, salah satunya penulis mengambil hadist riwayat Imam Bukhari.
    Kedua, buka aplikasi lidwa ataupun bisa pada lidwa.com secara online. Setelah terbuka, pilih kitab Imam Bukhari dan pilih nomor hadist yang akan di cari. Sebagai akhirnya, muncullah hadist yang akan di inginkan.

    5.      Hadits Penguat
    حدثنا عبد الله بن مسلمة بن قعنب وقتيبة بن سعيد قالا حدثنا المغيرة يعنيان الحزامي ح و حدثنا زهير بن حرب وعمرو الناقد قالا حدثنا سفيان بن عيينة كلاهما عن ابي الزناد عن الاعرج عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم وفي حديث زهير يبلغ به النبي صلى الله عليه وسلم وقال عمرو رواية الناس تبع لقريش في هذا الشأن مسلمهم لمسلمهم وكافرهم لكافرهم
    Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah Al Qa’nad dan Quthaibah bin Sa’id keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami? Al Mughirah yaitu Al Hizami. (dalam jalur lain disebutkan) telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Amru Annaqid keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Uyainah keduanya dari Abu Az Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah dia berkata, “ Rasulullah SAW bersabda, dan dalam hadist Zuhair dan sampai kepada nabi Muhammad SAW, dan Amru juga menyebutkan secara riwayat ,”Manusia itu mengikuti Quraisy dalam permasalahan ini (kepemimpinan), muslim mereka mengikuti muslim (Quraisy), dan kafir mereka mengikuti kafir (mereka Quraisy).
    6.     
    7.      Nilai Hadist
    Hadist diatas dapat dinilai  sebagai sebuah hadis sahih. Karena telah memenuhi kriteria sebagai berikut: sanad bersambung, periwayat bersifat adil, periwayat bersifat dabit dalam hadis tersebut tidak erdapat kejanggalan dan juga tidak terdapat cacat (illat).
    Para ulama berpendapat, sebuah hadis dianggap sahih oleh Imam Bukhari bila persambungan sanadnya benar-benar ditandai dengan pertemuan langsung antara guru dan murid atau minimalnya ditandai dengan guru dan murid hidup dalam satu masa.[10]

    C.     SYARAH HADITS
    1.      Mufradat
                النَّاسُ تَبَعٌ لِقُرَيْشٍ(Manusia mengikuti kepada Quraiys).Maksudnya, dalam hal pemerintahan. Persepsi ini diindikasikan oleh riwayat lain (Dahulukanlah kaum Qurays dan jangan mendahului mereka).Riwayat ini dinukil Abdurrazaq melalui sanad yang shahih.Hanya saja statusnya mursal, tetapi memiliki riwayat pendukung.
                Sebagian berpendapat bahwa hadits itu bermuatan berita dan dipahami sebagaimana makna tekstualnya.Lalu yang dianggap manusia adalah sebagian manusia, yaitu bangsa Arab selain Quraiys.
                Ibnu Hajar berkata,”hadits ini dijadikan dalil oleh pengikut Syafi’i untuk menemptkan Imam Syafi’i sebagai imam dan mendahulukannya daripada orang lain. Akan tetapi, hadits itu tidak dapat mereka jadikan hujjah, karena yang dimaksud adalah khalifah.” Menurut Al Qurthubi, bahwa orang yang berdalil dengan hadits itu untuk mendukung pandangan tersebut telah melakukan kecerobohan dan fanatisme buta. Namun, ada kemungkinan pernyataan Al Qurthubi ditanggapi bahwa maksud mereka yang berdalil demikian hanya menyatakan bahwa ‘quraiys’ merupakan salah satu faktor keutamaan sebagaimana halnya sifat wara’ juga merupakan salah satu faktor kemajuan. Jika ada dua orang yang memiliki kesamaan dalam semua keutamaan, tetapi salah satunya melebihi yang lainnya dalam hal wara’, maka dia lebih diutamakan daripada sahabatnya.Demikian juga halnya dengan ‘Quraiys’. Kalau dua orang memiliki kesamaan dalam hal ilmu dan keutamaan lainnya, tetapi salah satunya berasal dari suku Quraiys, dan yang satunya dari selain Quraiys, maka orang yang berasal dari Quraiys lebih didahulukan untuk menempati posisi imam dan panutan. Sampai disini, alasannya sudah cukup jelas.Bahkan mungkin kecerobohan dan fanatik itu justru berada di pihak Al Qurthubi.
                وَكَافِرُهُمْ تَبَعٌ لِكَافِرِهِمْ(Yang kafir mengikuti kepada kafir mereka). Maksudnya, orang kafir Quraiys akan mengikuti orang kafir Quraiys pula. Ini sudah menjadi kenyataan. Sebab bangsa Arab mengagungkan kaum Quraiys karena posisi mereka  yang menempati tanah haram. Ketika Nabi Muhammad Saw diutus dan mengajak kepada Allah, mayoritas bangsa Arab lebih memilih diam dan tidak memberi reaksi.Mereka berkata,” Kita menunggu apa yang dilakukan oleh kaumnya”. Setelah Nabi Muhammad Saw membebaskan kota Makkah dan kaum Quraisy memeluk agama Islam, maka tindakan mereka diikuti oleh suku-suku Arab lainnya, sehingga manusia pun masuk dalam agama Allah secara berbondong-bondong. Selanjutnya pemerintahan seperti yang dicontohkan nabi terus berlangsung di tangan kaum Quraisy. Maka benarlah, bahwa orang kafir mereka akan mengikuti kafir Quraisy, juga orang muslim mereka akan mengikuti muslim Quraisy.
                وَالنَّاسُ مَعَادِنُ(Dan Manusia adalah tambang).Yakni, memiliki asal yang berbeda-beda.Kata ma’aadin adalah bentk jamak dari kata ma’dan, artinya sesuatu yang terpendam dalam bumi. Terkadang ia sangat berharga dan terkadang pula tidak. Demikian halnya manusia.
                خَيْرِ النَّاسِ أَشَدَّ النَّاسِ كَرَاهِيَةً لِهَذَا الشَّأْنِ حَتَّى يَقَعَ فِيهِ(yang paling baik di antara mereka pada masa jahiliyyah, itu pula yang paling baik di antara mereka dalam Islam). Letak persamaannya adalah jika barang tambang yang ada dalam bumi itu dikeluarkan maka akan tampak apa yang tersembunyi tanpa mengalami perubahan sifatnya. Demikian halnya kemuliaan, tidak mengalami perubahan dalam dzatnya. Bahkan orang yang mulia pada zaman jahiliyah dan dianggap sebagai pemimpin, jika ia masuk Islam maka kemuliaan itu tetap ada padanya, dimana ia akan lebih mulia dibanding orang-orang yang masuk Islam dan memiliki kedudukan lebih rendah darinya pada masa jahiliyah.
                (Apabila mereka memahami agama).Merupakan isyarat bahwa kemuliaan dalam Islam itu tidak sempurna, kecuali jika seseorang memahami agama. Atas dasar ini manusia terbagi menjadi empat bagian berikut lawannya masing-masing:
    a)      orang yang mulia pada masa jahiliyah, lalu masuk Islam dan memaham agama.Lawannya adalah orang yang rendah pada masa jahiliyah dan tidak masuk Islam serta tidak memahami agama.
    b)      orang yang mulia pada masa jahiliyah, lalu masuk Islam dan tidak memahami agama.Lawannya adalah orang yang rendah pada masa jahiliyah, dan tidak masuk Islam, tetapi memahami agama.
    c)      orang yang mulia pada masa jahiliyah, tetapi tidak masuk Islam dan tidak memahami agama.Lawannya adalah orang yang rendah pada masa jahiliyah, tetapi masuk Islam dan memahami agama.
    d)      orang yang mulia pada masa jahiliyah dan tidak masuk Islam, tetapi memahami agama. Lawannya adalah orang yang rendah pada masa jahiliyah, tetapi masuk Islam dan tidak memahami agama.
    Maksud kemuliaan adalah mereka yang memiliki akhlak terpuji, seperti dermawan, menjaga kehormatan, santun dan sebagainya.Lalu menjahui akhlak yang tercela seperti, kikir, jahat, aniaya dan sebagainya.[11]


    2.      Biografi Perawi
                Nama asli beliau adalah  Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju'fi al-Bukhari atau lebih dikenal Imam Bukhari (Lahir 196 H/810 M - Wafat 256 H/870 M) adalah ahli hadits yang termasyhur di antara para ahli hadits sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasai dan Ibnu Majah bahkan dalam kitab-kitab Fiqih dan Hadits, hadits-hadits dia memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
                Dia diberi nama Muhammad oleh ayahnya, Ismail bin Ibrahim. Yang sering menggunakan nama asli dia ini adalah Imam Turmudzi dalam komentarnya setelah meriwayatkan hadits dalam Sunan Turmudzi. Sedangkan kuniah dia adalah Abu Abdullah. Karena lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah; dia dikenal sebagai al-Bukhari. Dengan demikian nama lengkap dia adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju'fi al-Bukhari. Ia lahir pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Tak lama setelah lahir, dia kehilangan penglihatannya.
                Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab ats-Tsiqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara' dalam arti berhati hati terhadap hal hal yang bersifat syubhat (ragu-ragu) hukumnya terlebih lebih terhadap hal yang haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan murid dari Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil.
                Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang masyhur di Bukhara. pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci terutama Mekkah dan Madinah, di mana di kedua kota suci itu dia mengikuti kajian para guru besar hadits. Pada usia 18 tahun dia menerbitkan kitab pertama Kazaya Shahabah wa Tabi'in, hafal kitab-kitab hadits karya Mubarak dan Waki bin Jarrah bin Malik. Bersama gurunya Syekh Ishaq, menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu kitab, di mana dari satu juta hadits yang diriwayatkan 80.000 perawi disaring menjadi 7275 hadits.[12]
                Bukhari memiliki daya hafal tinggi sebagaimana yang diakui kakaknya, Rasyid bin Ismail. Sosok dia kurus, tidak tinggi, tidak pendek, kulit agak kecoklatan, ramah dermawan dan banyak menyumbangkan hartanya untuk pendidikan.
                Mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Ketika di Baghdad, Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali. Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari merekalah dia mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.
                Namun tidak semua hadits yang ia hafal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat di antaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat/pembawa) hadits itu tepercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami'al-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari. Banyak para ahli hadits yang berguru kepadanya seperti Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim.
                Kebesaran akan keilmuan dia diakui dan dikagumi sampai ke seantero dunia Islam. Di Naisabur, tempat asal imam Muslim seorang Ahli hadits yang juga murid Imam Bukhari dan yang menerbitkan kitab Shahih Muslim, kedatangan dia pada tahun 250 H disambut meriah, juga oleh guru Imam Bukhari Sendiri Muhammad bin Yahya Az-Zihli. Dalam kitab Shahih Muslim, Imam Muslim menulis. "Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, saya tidak melihat kepala daerah, para ulama dan warga kota memberikan sambutan luar biasa seperti yang mereka berikan kepada Imam Bukhari". Namun kemudian terjadi fitnah yang menyebabkan Imam Bukhari meninggalkan kota itu dan pergi ke kampung halamannya di Bukhara.
                Seperti halnya di Naisabur, di Bukhara dia disambut secara meriah. Namun ternyata fitnah kembali melanda, kali ini datang dari Gubernur Bukhara sendiri, Khalid bin Ahmad Az-Zihli yang akhirnya Gubernur ini menerima hukuman dari Sultan Uzbekistan Ibn Tahir.
                Tak lama kemudian, atas permintaan warga Samarkand sebuah negeri tetangga Uzbekistan, Imam Bukhari akhirnya menetap di Samarkand. Tiba di Khartand, sebuah desa kecil sebelum Samarkand, ia singgah untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana dia jatuh sakit selama beberapa hari, dan Akhirnya meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Ia dimakamkan selepas Salat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri.


    3.    Keterkaitan Hadits dengan Ayat
    يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
                ‘’Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.’’[13]
                Itulah dunia yang memiliki gagasan yang mulia tentang persatuan umat manusia yang berbeda jenis dan berlainan suku. Dunia ini memiliki satu pertimbangan yang berfungsi menata seluruh umat manusia, yaitu pertimbangan Allah yang bersih dari kepentingan hawa nafsu dan dari kekeliruan.[14]
                Ayat ini menjelaskan beberapa kebenaran agung yang meluksiskan berbagai tanda dari dunia yang adil, mulia, bersih dan sehat, maka dikemukakan tanda-tanda keimanan. Dengan identitas keimanan inilah kaum mukminin diseru untuk menegakkan dunia tersebut.
                Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa), dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kuligt bukan untuk saling mencemoohkan, tetapi untuk saling mengenal dan menolong. Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan atau kekayaan karena yang mulia diantara manusia disisi Allah hanyalah orang yang bertakwa kepada-Nya.
                Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu ada sangkut pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan. Padahal menurut pandangan Allah, orang yang mulia itu adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah. Mengapa manusia saling menolok-olok sesama saudara hanya karena Allah menjadikan mereka  bersuku-suku dan berkabilah-kabilah yang berbeda-beda, sedangkan Allah menjadikan seperti itu agar manusia saling mengenal dan saling tolong menolong dan kemaslahatan-maslahatan mereka yang bermacam-macam. Namun tidak ada kelebihan bagi seseorangpun atas yang lain, kecuali dengan taqwa dan keshalihan, disamping kesempurnaan jiwa bukan dengan hal-hal yang bersifat keduniaan yang tidak pernah abadi.
                Diriwayatkan pula dari Abu Malik Al-Asy’ari, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, ”sesungguhnya Allah tidak memandang kepada pangkat-pangkat kalian dan tidak pula kepada nasab-nasabmu dan tidak pula pada tubuhmu, dan tidak pula pada hartamu, akan tetapi memandang pada hatimu. Maka barang siapa mempunyai hati  yang shaleh, maka Allah belas kasih kepadanya. Kalian tak lain adalah anak cucu Adam. Dan yang paling dicintai Allah hanyalah yang paling bertaqwa diantara kalian,”. Jadi jika kalian hendak berbangga maka banggakanlah taqwamu, artinya barang siapa yang ingin memperoleh derajat-derajat tinggi hendaklah ia bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha tahu tentang kamu dan amal perbuatanmu, juga maha waspada tentang hatimu, maka jadikanlah taqwa sebagai bekalmu untuk akhiratmu.[15]
                Ayat selanjutnya menceritkan bahwa:[16]
    يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
                Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
                Pernyataan pada ayat diatas dimaksudkan kepada “manusia” secara umum, untuk mengembalikan mereka kepada Tuhan yang telah menciptakan mereka, yang menciptakan mereka “dari diri yang satu”, dan darinya Allah menciptakan istrimu,” dan “dari keduanya Allah memperkembangbiakkan wakita dan laki-laki yang banyak”.[17]
                Hakikat-hakikat yang yang fitrah ini merupakan hakikat-hakikat yang sangat besar, sangat dalam dan sangat berat. Seandainya manusia itu mau menggunakan pendengaran dan hatinya, maka hal itu akan menjamin terjadinya perubahan-perubahan yang besar di dalam kehidupan mereka, dan akan memindahkan mereka dari segala macam bentuk kejahiliahan kepada iaman, kebenaran, petunjuk dan kemajuan yang sebenarnya dan yang layak bagi manusia dan jiwa itu serta layak bagi makhluk yang dicipatakan oleh Tuhanmu Yang Maha Pencipta.
                Jalinan yang pertama yaitu jalinan kepada Allah. Kemudian setelah jalinan koneksi rububiyyah ‘ketuhanan’ yang merupakan pangkal dari awal segala koneksi dan berikutnya adalah koneksi rahim (kekluargan). Maka, terwujudlah keluarga yang pertama yang terdiri dari seorang laki-laki dan seorang wanita, yang keduanya dari dari diri yang satu dengan tabiat dan fitrah yang satu. Dari keluarga yang pertama ini berkembangbiaklah laki-laki dan wanita yang banyak, yang semuanya secara mendasar kembali pada koneksi rububiyyah, dan setelah itu koneksi keluarga yang atas semua ini berdirilah sistem kemasyarakatan manusia.
                Bertakwalah kamu kepada Allah yang kamu saling berjanji dengan mempergunakan namanya, sebagian kamu meminta sebagian yang lain agar memenuhi janji dan transaksinya dengan mempergunakan nama-Nya, dan sebagian kamu bersumpah kepada sebgian yang lain dengan mempergunakan nama-Nya. Bertakwalah kepada tuhanmu  dalam segala hubungan koneksi dan muamalah kamu.

    4.      Asbabul Wurud
                 Tidak perlu mengindahkan pendapat Dhirar[18] yang cenderung nyeleneh dan membolehkan mengangkat imam ( Khalifah ) dari suku mana saja. Pasalnya pada peristiwa Saqifah [19], Abu Bakar  ra pernah menolak pilih orang-orang Anshar yang membaiat Sa’ad ibn Ubadah  untuk di jadikan khalifah dengan mengajukan hujah berupa sabda Nabi saw : “ para pemimpin harus berasal dari suku Quraisy “Akhirnya orang-orang Anshar mengurungkan niatnya dan mundur dari pengangkatan pemimpin seraya berkata “ Jika demikian , pengangkatan amir ( pemimpin ) saja dari kami dan dari kalian.
                 Kemelut mengenai syarat syahnya seorang pemimpin yang di syaratkan dari keturunan Quraisy memang sudah menjadi isu hangat dan di jadikan bahan perdebatan yang panas sejak dulu hingga kini. Bahkan yang sangat parah lagi, di dalam sejarah perpolitikan Islam Hadits Nabi mengenai suku Quraisy ini selalu di jadikan legitimasi untuk meraih kekuasaan dengan menafikan keturunan non Quraisy, salah satunya adalah Umayyah yang sangat marah sekali ketika mengetahui ada seorang pemimpin yang bukan dari Quraisy.
                 Hampir di seuruh kitab Hadits meriwayatkan mengenai syaratnya seorang pemimpin dari suku Quraisy, sehingga sebagian besar ulama bersepakat bahwa syarat tersebut menjadi hal yang mutlak untuk mengangkat khalifah.
                 Salah satu ulama yang sangat keras terhadap peraturan tersebut adalah Al-Mawardi, dia begitu tegas dan bersikukuh bahwa seorang khalifah harus daru suku Quraisy. Pendapat beliau di dasarkan pada peristiwa Abu Bakar Ra. ketika meminta orang-orang Anshar yang telah membaiat Sa’ad bin Ubadah untuk mundur dari jabatan Khalifah (Imamah) pada peristiwa saqifah karena berargumen dengan sabda Nabi; Pemimpin-pemimpin berasal dari Quraisy”. Kemudian orang-orang Anshar mengurungkan keinginannya terhadap jabatan Khalifah (Imamah) dan mundur aripadanya. Mereka berkata;”Para Gubernur dari kami dan dari kalian! Mereka tunduk kepada riwayat Abu Bakar dan membenarkan informasinya. Mereka menerima dengan lapang dada ucapan Abu Bakar Ra. “Para pemimpin berasal dari kamu, sedang menteri-menteri berasal dari kalian. Nabi bersabda;”Dahulukan orang Quraisy, dan jangan kalian mendahuluinya”.[20]
                 Berbanding terbalik dengan pendapat syiah dan Khawarij, menurut syiah seseorang yang akan menjadi seorang khalifah haruslah dari keturunan Nabi. Sementara menurut kaum Khawarij dan sekelompok Mu’tazilah berkata;”Bisa saja Imam (pemimpin tertinggi) bukan Quraisy. Bahkan yang berhak memegang kepemimpinan adalah yang menegakan Kitab Allah dan Sunnah, baik dia Arab atau Ajam (non Arab). Dhihar bin Amr berlebihan hingga ia berkata,”mengangkat pemimpin selain Qurasy lebih utama karena lebih sedikit keluarganya maka jika menyimpang mudah menurunkannya”[21]
                 Syarat keturunan (nasab) Quraisy telah mendapatkan perhatian besar dalam pengangkatan Imam atau Khalifah dari jumhur para ulama dan dalam masalah ini terdapat perbedaan yang besar di antara para ulama yang menganggapnya sebagai syarat in’iqad (keharusan) dalam mengakadkan khalifah —yang berpendapat bahwa selain orang Quraisy tidak boleh menjadi khalifah— dengan kalangan yang memasukkannya sebagai syarat afdlaliyyah (keutamaan) semata. Bahkan para mufakkirin kontemporer semacam Syaikh Abdul Wahhab Khalaf dalam kitab As-Siyâsah As-Syar’iyyah hal 28 dan Dr. Al-Khurbuthli dalam kitab Al-Islam wal Khilafah hal. 59, mereka menolak keshahihan hadits tersebut dan menganggapnya tidak jelas asal usulnya dalam syara’ berdasarkan ketiadaan nash yang shahih yang menunjukkannya.


    D.     Relevansi Dengan Isu Terkini
    1.      Relevansi Hadist Study Kasus Keraton Yogyakarta
                 Pada zaman awal-awal islam kondisi social budaya pada kala itu di dominasi dengan sistem kesukuan, baik itu dari fanatisme dan keagungan nasabnya. Suku Quraisy merupakan suku yang nasabnya paling mulia karena keturunan dari tokoh-tokoh dan orang suci serta terkenal sebagai suku yang sangat besar kekerabatannya serta sangat kuat tali persaudaraannya.
                 Hal tersebut menjadi tolak ukur dalam menganalogikan kajian hadits diatas dengan isu terkini, yakni dengan mengkaji Keraton Yogyakarta. Benang merah diantara keduanya terletak pada historical culture. Sejarah peradaban suku Quraisy bisa tergambarkan dalam Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki sistem monarki, dimana para pemimpin, terutama Gubernur Yogyakarta adalah seorang Raja dari keraton Ngayogyokarto Hadiningrat yang dipercaya sebagaiketurunan tokoh-tokoh mulia, berbudi luhur serta keagungan nasabnya. Berikut uraian terkait Daerah Istimewa Yogyakarta.
                 Dilihat dari sudut pandang secara teoritis, sistem Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dikatakan menganut/memakai sistem monarki yang terlihat dari pemilihan kepala daerah/Gubernur yang dilakukan dari keturunan sultan/raja terdahulu atau turun-temurun yang dimana pemilihan kepada daerah tersebut berbeda dengan Propinsi pada umumnya.
                 Namun bila dinilai dari sudut pandang sejarah serta keadaan yang ada Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga tidak bisa dikatakan memakai sistem monarki yang artinya, Indonesia adalah Negara demokrasi yang segalanya ditentukan dan diperuntukan oleh dan kepada rakyat, jadi rakyatlah yang berkuasa penuh didalam penyelenggaraan pemerintahan. Dan yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah atas kehendak rakyat, dimana rakyat terutama masyarakat Yogyakarta yang lebih nyaman hidup dengan model/sistem kesultanan yang sudah melekat dari nenek moyang mereka sehingga masyarakat merasa tentram dan nyaman serta tidak adanya paksaan atas kepemilihan kepala daerah/gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang dilakukan secara turun-temurun. Hal itu terlihat dari dengan adanya berbagai dukungan dari berbagai lapisan masyarakat Yogyakarta kepada Sri Sultan Hamengkubuwono X yang merupakan raja sekaligus Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta setelah adanya pernyataan dari Presiden tentang kemonarkiaan Yogyakarta.
                 Dan yang kedua adalah perlunya adanya ketegasan dari status keistimewaan Yogyakarta dari Pemerintah agar didalam penilaian tidak mempersepsikan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah monarki. Seperti halnya diberlakukannya Undang-undang di dalam UUD 1945, tentang pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam pasal 18 serta perubahan-perubahannya. Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 Perubahan Kedua menyebutkan bahwa "Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang." Aturan ini Pasal 18 UUD 1945 tersebut kemudian diturunkan melalui UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU 32 Tahun 2004, banyak sekali diatur mengenai tentang daerah-daerah khusus, yang antara lain termasuk daerah otonomi khusus misalnya Papua dan  Aceh. Secara jelas Pasal 225 menyebutkan bahwa "Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan Undang-Undang ini diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain". Artinya, pemerintah daerah tersebut karena keistimewaan tidak sepenuhnya tunduk pada UU 32 Tahun 2004. Namun sampai saat ini Yogyakarta belum memiliki UU yang secara khusus mengatur tentang keistimewaannya, terutama pasca-perubahan UUD 1945.  Sementara Aceh dan Papua telah memiliki UU yang khusus tentang pengaturan pemerintah daerahnya. Aceh diatur melalui UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, sementara Papua diatur melalui UU No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Oleh karena itu, diharapkan Pemerintah dapat memberikan kejelasan tentang status dari Keistimewaan Yogyakarta dengan di berlakukannya Undang-Undang yang memuat tentang keistimewaan Yogyakarta seperti halnya yang dilakukan kepada Aceh dan Papua. Dari undang-undang tersebut nantinya akan lebih memperjelas struktur, bentuk dan posisi Yogyakarta didalam keberadaannya didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta adanya kepastian dan kejelasan tentang keistimewaan yang diberikan sehingga masyrakat khususnya masyarakat Yogyakarta lebih mengerti dan nyaman dengan adanya perhitungan keberadaan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan yang terpenting adalah dengan diberlakukannya UU yang mengatur akan keistimewaan Yogyakarta maka predikat tentang kemonarkian menjadi hilang dan menjadikan pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta tetap belandaskan azas demokrasi.[22]

    2.      Relevansi  Hadits dan Study Kasus dengan Teori Political Culture
                 Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Seperti juga di Indonesia, menurut Benedict R. O'G Andersonkebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam antara kelompok elite dengan kelompok massa.
                 Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam sistem politik.[23]





    BAB III
    PENUTUP

    A.     KESIMPULAN
                 Kepemimpinan atau dalam Islam disebut juga sebagai Imam, Khilafah dan Ulil Amri yang secara harfiah bermakna memimpin, pengganti dan orang yang mempunyai urusan. Syarat kepemimpinan menurut al-Mawardi dalam kitab al-Ahkam al-Shukthoniah meliputi adil, memiliki pengetahuan, memiliki panca indra dan organ tubuh yang kuat, memiliki gagasan, keberanian serta memiliki nasab dari silsilah suku Quraisy.
                 Salah satu syarat tersebut, yakni memiliki silsilah nasab dari suku Quraisy, telah dijelaskan dalam berbagai riwayat hadits. Dengan redaksi “ mausia akan mengikuti quraisy dalam urusan ni (pemerintahan). . .’’ menjadi pedoman al-Mawardi sekaligus perdebatan para ulama Islam, mengingat sejarah kelam kaum Quraisy sebelum masuknya Islam.
                 Perdebatan semakin ramai ketika penafsiran hadits tersebut hanya secara tekstual, dengan mengibakan faktor lain secara luas. Sejarah membuktikan kondisi sosial budaya bisa memperkuat hadits kepemimpinan Quraisy tersebut mengingat pada zaman itu masyarakat hidup dalam sistem kesukuan nasab, kekerabatan serta kuat tali persaudaraannya. Hal ini pula menjadi poin penting hadits tersebut dalam relevansinya dengan isu saat ini, yaitu sistem monarki Daerah Istimewa Yogyakarta.



    DAFTAR PUSTAKA

    Al Asqalani, Ibnu Hajar. Fathul Baari jilid 18. Jakarta: Pustakaazzam, 2008.
    Al-mawardi. Al-Ahkam  Ash-sulthaniyah ( sistem pemerintahan khalifah islam ) Qisthi Prres; Jakarta.
    As-Salus, Ali ahmad, Aqidatul imamah ( imam dan Khalifah ) , terj. Asmuni Sholihan amakhsyari.  Jakarta ; Gema Insani press, 1997.
    Kemenag RI; Al-Qur’an
    M. Alfatih, Studi Kitab Hadis. Yogyakarta: Teras, 2003.
    Munawwir,Ahmad Warson. kamus al-Munawwar.  Surabaya : pustaka progressif.
    Mustofa, Ahmad. Al-Maraghi Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang, CV. Toha Putra, 1993.
    Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an jl. 10 . Jakarta: Gema Insani, 2004.
    Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah, Vol.11 . Jakarta Lentera Hati, 2009 .
    Lidwa.com





    [1] http://ainuly90.blogspot.co.id/2012/04/hadis-tentang-kepemimpinan-dari-Quraisy.html
    [2]Ali ahmad as-Salus, Aqidatul imamah ( imam dan Khalifah ) , terj. Asmuni Sholihan amakhsyari, ( Jakarta ; Gema Insani press, 1997),hlm. 5.
    [3]Ahmad Warson Munawwir, kamus al-Munawwar,( Surabaya : pustaka progressif), hlm 362.
    [4]M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol.11 .( Jakarta Lentera Hati, 2009 ), hlm. 370.
    [6] Didalam manuskrip kedua dan ketiga tertulis : shihhah ar-ra’yi ( Memilki gagasan yang cemerlang )
    [7] Imam al-mawardi,Al-Ahkam  Ash-sulthaniyah ( sistem pemerintahan khalifah islam ) Qisthi Prres; Jakarta, hal 11.
    [8]Ibid
    [9] Lidwa.com
    [10] M. Alfatih, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: Teras, 2003),hlm. 47.
    [11]Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari jilid 18,(Jakarta: Pustakaazzam, 2008), hlm. 17-21
    [13] Q.S Al-Hujurat ayat 13
    [14] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an jl. 10 ,(Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 408.
    [15] Ahmad Mustofa Al-Maraghi Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang, CV. Toha Putra, 1993). Hal 235-238
    [16] Q.S. An-Nisa ayat 1
    [17] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an jl. 2 ,(Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 270-272.

    [18]Nama lengkap adalah Dhirar ibn Amr al-ghathfani . ia adalah seorang hakim dari kalangan pembesar Mu’tazilah. Akan tetapi, ia berselisish dengan mereka ketika  tidak berhasil merebut kursi kepemimpin di daerahnya.
    [19] Saqifah Bani Sa’qidah adalah sebuah tempat sidang pertemuan antara kaum anshar dan kaum muhajirin untuk membicarakan sosok penganti Nabi saw.
    [20]Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, (Jakarta: Darul Falah, 2007), hlm. 4
    [21]Al-Asqalani, Fathul Bari, hlm. 410
    [22]http://sophost.blogspot.co.id/2011/08/makalah-pemerintahan-monarki-daerah.html
    [23]http://fatmasusanti-civiceducation.blogspot.co.id/2012/09/teori-budaya-politik.htmllink UIN Sunan Kalijaga

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Translite

    My Picture

    My Picture
    Muda berkarya

    My Home

    PP. Wahid Hasyim Jl. Wahid Hasyim no 3 GatenCondongcatur Depok Sleman Yogyakarta


    ----------------------------------------------------------------------------------------------------

    Jl. Dandheles Jogoboyo Purwodadi Purworejo Jawa Tengah